This translation may not reflect the changes made since 2021-07-18 in the English original.
You should take a look at those changes. Please see the Translations README for information on maintaining translations of this article.
Menerapkan GNU GPL
oleh Eben Moglen
10 September 2001
Serangan anti-GPL dari Microsoft musim panas ini telah memantik spekulasi yang diperbaharui mengenai apakah GPL dapat “diterapkan”. Contoh khusus menganai “FUD” (Ketakutan, Ketidakpastian dan Keraguan) ini selalu sedikit menghibur saya. Sayalah satu-satunya pengacara di muka bumi yang dapat mengatakan ini, saya kira, namun ini membuat saya berpikir mengenai apa yang orang lain pikirkan: menerapkan penggunaan GPL merupakan sesuatu yang saya lakukan sedari dulu.
Karena perangkat lunak bebas merupakan konsep yang bukan ortodoks dalam masyarakat kontemporer, orang cenderung untuk menduga bahwa sebuah tujuan yang tidak biasa arus dicapai menggunakan mesin legal yang tak terbayangkan, dan karenanya rapuh. Namun dugaan tersebut keliru. Tujuan Free Software Foundation dalam mendesain dan mempublikasikan GPL, sayangnya tidak biasa: kami membentuk kembali bagaimana sebuah program dibuat untuk tujuan memberikan semua orang hak untuk memahami, memperbaiki, mengembangkan, dan mendistribusikan kembali perangkat lunak berkualitas terbaik di dunia. Hal ini merupakan sebuah kebulatan tekad transformatif; memperlihatkan bagaimana dalam sebuah jejaring masyarakat baru, cara tradisional melakukan bisnis bisa diubah dengan sebuah model produksi dan distribusi yang sama sekali baru. Namun begitu, GPL, perangkat legal yang membuat segalanya menjadi mungkin, merupakan mesin yang begitu kuat karena dibuat dari bagian-bagian “suku cadang” yang paling sederhana.
Esensi dari hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, seperti halnya sistem lain peraturan hak milik, adalah kekuatan untuk menyingkirkan. Pemegang hak cipta secara legal memiliki kekuatan untuk menyingkirkan (melarang) semua orang yang berkmaksud menyalin, mendistribusikan, dan membuat karya pembaruan (derifatif).
Hak untuk menyingkirkan memberikan kekuatan yang sama besarnya pada lisensi—yaitu, memberikan ijin untuk melakukan apa yang sebaliknya akan dilarang. Lisensi bukanlah kontrak; pengguna sebuah karya diharuskan untuk tetap berada dalam batas ikatan lisensi bukan karena Ia berjanji secara sukarela untuk melakukannya, melainkan karena Ia tidak memiliki hak apapun untuk melakukan apapun di luar apa yang diperbolehkan oleh lisensi tersebut.
Tapi kebanyakan perusahaan perangkat lunak proprietary menginginkan kekuatan yang lebih dibandingkan apa yang sebuah hak cipta telah berikan untuk mereka. Perusahaan-perusahaan ini mengatakan bahwa perangkat lunak mereka “dilisensikan” kepada konsumen, akan tetapi lisensi tersebut berisi kewajiban-kewajiban yang tidak disebutkan dalam sebuah hukum hak cipta. Sebuah perangkat lunak (tertutup) yang tidak memperbolehkan kamu untuk memahaminya, misalnya, seringkali mengharuskan kamu untuk tidak mendekompilasinya. Hukum hak cipta tidak melarang dekompilasi, larangan yang ada hanya berupa syarat kontrak yang kamu setujui sebagai kondisi cara mendapatkan perangkat lunak ketika kamu membeli suatu produk dalam bungkus plastik di sebuah toko, atau menerima sebuah “lisensi klik dan bungkus” secara online. Hak cipta hanyalah suatu dongkrak untuk mengambil sesuatu lebih banyak lagi dari pengguna.
GPL, di lain pihak, mengurangi bagian hak cipta daripada menambahkannya. Lisensinya tidak harus rumit, karena kami berusaha untuk sesedikit mungkin mengontrol pengguna. Hak cipta memberikan wewenang kepada si penerbit kekuatan untuk melarang pengguna untuk melakukan penyalinan, memodifikasi dan mendistribusikan yang kami yakini harus dimiliki oleh semua pengguna; GPL karenanya melonggarkan hampir seluruh pembatasan dari sistem hak cipta. Satu-satunya hal yang kami betul-betul wajibkan adalah mengharuskan semua orang untuk mendistribusikan karya dengan lisensi GPL atau karya yang dibuat dari karya dengan lisensi GPL, untuk didistribusikan kembali dengan lisensi GPL. Kondisi tersebut merupakan pembatasan yang minim, dari sudut pandang hak cipta. Banyak lisensi yang penuh batasan secara rutin menggenggam suatu hal yang dapat dipaksakan: setiap lisensi yang berada dalam suatu kasus hukum hak cipta memiliki pembatasan lebih ketat daripada GPL.
Karena tidak ada hal yang kompleks ataupun kontroversial mengenai hal substantif lisensi, saya tidak pernah melihat sebuah argumen serius yang mengatakan bahwa GPL melampaui kekuatan si pemegang lisensi. Namun kadang dikatakan bahwa GPL tidak bisa diterapkan secara luas karena para pengguna belum “menerimanya”.
Klaim ini didasarkan pada sebuah kesalahpahaman. Lisensi tersebut tidak mengharuskan semua orang untuk menyetujuinya untuk mendapatkan, menginstal, menggunakan, mempelajari, atau bahkan bereksperimen memodifikasi perangkat lunak dengan lisensi GPL. Semua aktivitas tersebut dilarang dan dikontrol oleh perusahaan perangkat lunak proprietary, mereka mengharuskan kamu untuk menyetujui sebuah lisensi, termasuk syarat kontrak di luar jangkauan hak cipta, sebelum kamu bisa menggunakan karya mereka. Gerakan perangkat lunak bebas menganggap semua aktivitas tersebut sebagai sebuah hak, yang harus dimiliki oleh semua pengguna; kami bahkan tidak ingin melisensikan semua aktivitas tersebut. Hampir semua yang menggunakan perangkat lunak berlisensi GPL setiap harinya membutuhkan sebuah lisensi, maupun menyetujui lisensi apapun. Lisensi GPL hanya mengharuskannya ketika kamu mendistribusikan perangkat lunak yang dibuat menggunakan kode yang berada di bawah lisensi GPL, dan hanya harus disetujui ketika sebuah redistribusi terjadi. Dan karena tak seorang pun dapat mendistribusikan kembali tanpa sebuah lisensi, kita dapat dengan aman beranggapan bahwa semua orang mendistribusikan kembali perangkat lunak berlisensi GPL yang dimaksud sudah menyetujui lisensi GPL. Bagaimanapun, GPL mengharuskan setiap salinan perangkat lunak yang dimaksud untuk mengikutsertakan teks lisensi, sehingga setiap orang mendapatkan informasi secara penuh.
Berlawanan dengan FUD, sebagai sebuah lisensi hak cipta GPL benar-benar kokoh. Itulah sebabnya mengapa saya dapat menerapkannya lusinan kali selama hampir sepuluh tahun, tanpa harus diseret ke pengadilan.
Sementara itu, banyak perdebatan yang telah terjadi pada beberapa bulan belakangan pada dugaan akibat dari absennya dukungan yudisial, di Amerika Serikat maupun pengadilan lainnya, sedemikian rupa mendemonstrasikan ada sesuatu yang salah dengan GPL, bahwa tujuan kebijakannya yang tidak biasa diterapkan dengan sebuah cara yang secara teknis rapuh. Atau bahwa Free Software Foundation, yang merupakan pemilik lisensi tersebut, terlalu ketakutan untuk "menguji" lisensinya tersebut di pengadilan. Yang benar adalah persis kebalikannya. Kami tidak membawa GPL ke pengadilan karena belum ada seorang pun yang mau mengambil resiko untuk mempermasalahkannya dengan kami di sana.
Lalu apa yang akan terjadi ketika GPL dilanggar? Dengan perangkat lunak yang mana Free Software Foundation pegang hak ciptanya (baik karena memang kami yang menulis programnya, atau karena pembuat perangkat lunak bebas telah menyerahkan hak ciptanya kepada kami, untuk memanfaatkan kemampuan kami dalam melindungi kebebasan perangkat lunak mereka), langkah pertama adalah sebuah laporan, biasanya diterima melalui email ke <[email protected]>. Kami minta si pelapor pelanggaran untuk membantu kami menghimpun fakta-fakta yang dibutuhkan, lalu kami lakukan penyelidikan lebih jauh yang dibutuhkan.
Kami mencapai tingkat ini lusinan kali dalam setahun. Sebuah kontak yang tidak mengundang banyak perhatian biasanya cukup untuk menyelesaikan masalah yang ada. Banyak pihak yang mengira mereka sepaham dengan GPL, dan mereka dengan senang hati untuk mengikuti saran koreksi terhadap kekeliruan yang ada. Sesekali, walau bagaimanapun, kami percaya pengukuran pembangunan rasa percaya diri akan dibutuhkan, karena skala pelanggaran atau pelanggaran yang akan rutin terjadi membuat kesediaan secara sukarela untuk melaporkan menjadi tidak cukup. Dalam situasi seperti itu, kami bekerjasama dengan organisasi-organisasi untuk membuat program-program yang sejalan dengan GPL di dalam perusahaan mereka, yang dipimpin oleh manajer senior yang melaporkan kepada kami dan secara langsung kepada dewan manajemen perusahaan mereka secara rutin. Dalam kasus-kasus kompleks tertentu, kami kadang mendesak suatu pengukuran yang akan membuat penegakan hukum lebih sederhana dan singkat atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di kemudian hari.
Pada kira-kira satu dekade setelah penerapan GPL, saya tidak pernah memaksa suatu pembayaran denda untuk kerugian bagi FSF (Yayasan Perangkat Lunak Bebas) untuk pelanggaran lisensi, dan saya sangat jarang mengharuskan denda publik atas kekeliruan/kesalahan yang dilakukan. Posisi kami selalu sejalan dengan lisensi, dan terbinanya sikap baik di masa yang akan datang merupakan tujuan yang paling penting. Kami telah melakukan segalanya untuk mempermudah pelanggar untuk mengikuti GPL, dan kami telah menawarkan pengampunan terhadap kesalahan-kesalahan yang telah terjadi.
Pada tahun-tahun awal gerakan perangkat lunak bebas, hal ini mungkin merupakan satu-satunya strategi yang tersedia. Litigasi yang mahal dan membebani bisa jadi telah merusak FSF, atau setidaknya menghambatnya untuk melakukan apa yang kami tahu dibutuhkan untuk membuat gerakan perangkat lunak bebas kekuatan permanen dalam membentuk kembali industri perangkat lunak yang telah menjadi seperti saat ini. Seiring waktu, bagaimanapun, kami tetap berpegang pada pendekatan kami pada penerapan lisensi bukan karena kami terpaksa, namun karena hal itu berfungsi. Seluruh industri tumbuh dikelilingi perangkat lunak bebas, di mana semua partisipannya memahami pentingnya GPL yang menguntungkan—tidak ada yang ingin terlihat sebagai penjahat yang mencuri perangkat lunak bebas, dan tidak ada orang yang menginginkan menjadi konsumen, rekan bisnis, atau bahkan karyawan dari pelaku buruk semacam itu. Dihadapkan pada pilihan antara mengikuti aturan lisensi tanpa publisitas atau kampanye publisitas yang buruk dan pertarungan litigasi yang tak bisa mereka menangkan, pelanggar lisensi memilih untuk “bermain” dengan cara lembut.
Kami bahkan pernah, sekali atau dua kali, menghadapi perusahaan-perusahaan yang, di bawah hukum hak cipta Amerika Serikat, terlibat dengan pelanggaran kriminal hak cipta yang penuh perdebatan: mengambil kode sumber dari perangkat lunak yang berlisensi GPL, mengkompilasi ulang dengan tujuan menutupi kode aslinya, dan dijual sebagai produk proprietary. Saya telah mendampingi pengembang perangkat lunak bebas di luar FSF untuk menghadapi dengan masalah-masalah serupa, yang telah kami selesaikan—karena pelanggar kriminal tidak akan mau secara sukarela melakukanya, pada kasus yang saya ketahui, hal legal teknis mencegah penuntutan pelanggar—dengan berbicara dengan redistributor dan para calon konsumen. “Kenapa Anda bersedia mengeluarkan uang,” tanya kami, “untuk perangkat lunak yang melanggar lisensi kami dan akan memberikan Anda masalah hukum yang rumit, ketika Anda bisa mendapatkan hal yang lebih nyata secara cuma-cuma?” Konsumen tidak pernah gagal dalam menyaksikan kebenaran dari pertanyaan itu. Pencurian perangkat lunak bebas adalah satu tempat di mana, pada akhirnya, kejahatan tidaklah setimpal.
Tapi mungkin kami telah berhasil terlalu baik. Jika saya menggunakan pengadilan untuk membantu penerapan GPL secara luas bertahun-tahun lalu, saat ini mungkin Microsoft hanya akan dapat berbisik tanpa ada orang yang akan mendengarnya. Bulan ini saya telah bekerja pada beberapa situasi yang cukup pelik. “Lihat,” saya bilang, “begitu banyaknya orang di seluruh dunia yang mendorong saya untuk mendesakkan GPL di pengadilan, hanya untuk membuktikan bahwa saya bisa memenangkan kasusnya. Saya benar-benar harus memberi contohnya pada seseorang. Apakah kamu mau jadi sukarelawan?”
Suatu hari nanti seseorang akan bersedia. Tapi konsumen dari seseorang itu akan pergi ke tempat lain, seorang teknologis yang berbakat yang tidak ingin reputasinya dikait-kaitkan dengan usaha semacam itu akan berhenti, dan publisitas yang buruk akan mengitarinya. Dan semua itu akan terjadi bahkan sebelum kita berjalan menuju pengadilan. Orang pertama yang akan mencoba melakukan itu jelas-jelas akan berharap dia tidak tidak pernah melakukannya. Cara kami melakukan praktek hukum telah sama tidak lumrahnya dengan cara kami melakukan pembuatan perangkat lunak, namun itulah intinya. Perangkat lunak bebas menjadi hal penting karena ternyata cara yang tidak lumrah adalah jalan yang benar.
Eben Moglen adalah profesor hukum dan sejarah legal di Columbia University Law School. Dia bekerja tanpa bayaran sebagai General Counsel of the Free Software Foundation.